halaman

Rabu, 18 November 2015

Sejarah Islam di Prancis


Pada tahun 91-94 H, umat Islam melalui panglima perang mereka Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad berhasil menaklukkan Andalusia.1 Kekuasaan tersebut sampai di daerah Asturies di Propinsi Galicia hingga ke Teluk Biscay, pantai Prancis. Walaupun secara de facto kekuasaan umat Islam belumlah sampai pada daerah-daerah pedesaan dari wilayah yang telah dikuasai. Hal itu dikarenakan medannya yang sulit dan cuaca yang begitu dingin.

Wilayah Prancis

27 Kerajaan di Prancis
Dulu wilayah Prancis terbagi menjadi 27 Kerajaan kecil.

Dahulu, Prancis adalah sebuah wilayah yang terdiri dari 27 kerajaan kecil. Orang-orang mengenal mereka yang tinggal di daerah tersebut dengan sebutan orang-orang Gaul atau Gallia. Wilayah ini terdiri dari 5 kawasan:

Pertama: wilayah Septimania adalah wilayah Barat dari propinsi Romawi, Gallia Narbonensis. Daerah ini pernah dikuasai oleh bangsa Visigoth atau bangsa Goth dengan raja mereka Theodoric II. Wilayah ini terdiri dari tujuh kota dengan Narbonne sebagai ibu kotanya.

Kedua: wilayah Aquitaine terletak di barat daya Prancis sekarang, di sepanjang Samudera Atlantik dan Pegunungan Pyerenees yang merupakan pagar batas wilayah Spanyol. Bordeaux adalah ibu kotanya.

Ketiga: wilayah Aix-en-Provence letaknya 30 Km Utara Marseille dan Kota Avignon adalah ibu kotanya.

Keempat: wilayah Burgundi terletak di wilayah timur Prancis.

Kelima: wilayah utara Sungai Loire, sungai terpanjang di Prancis.

Muslim Pertama di Prancis

Setelah mengetahui bahwasanya Prancis di masa dahulu dan Eropa secara umum terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil yang saling bermusuhan dan saling berperang, maka tidak heran kedatangan umat Islam pun menimbulkan reaksi yang keras dari mereka.

Umat Islam pertama yang mengadakan kontak senjata dengan orang-orang Gaul atau Gallia adalah pasukan as-Samah bin Malik al-Khaulani pada tahun 100-102 H. Saat itu, umat Islam berhasil mengusai wilayah Narbone hingga mencapai kota Toulouse. Hingga akhirnya ia berhasil menguasai wilayah Septimania secara keseluruhan. Dan berdirilah pemerintahan Islam di wilayah tersebut.

Setelah itu, ia menjadikan Narbone sebagai pusat pemerintahan dan pusat kekuatan militer untuk menghadapi serangan orang-orang Gallia yang lain. Dalam penyerangan terhadap wilayah Aquitaine, as-Samah dan sejumlah besar pasukannya gugur di wilayah dekat Toulouse. Peristiwa ini terjadi pada pada hari Arafah tahun 102 H (Tarikh al-Ulama wa ar-Ruwwat oleh Ibnu al-Fardhi, 1:230).

Apa yang telah dilakukan oleh as-Samah diteruskan oleh Anbasah bin Sahim al-Kalbi pada tahun 107-110 H. Anbasah berkuasa pada tahun 103 H, dan ia merupakan orang yang sama dengan as-Saham dalam keshalehan dan kekuatan. Selama empat tahun awal pemerintahannya, Anbasah sibuk mengatur tata negaranya, mengadakan pembangunan dan persiapan di bidang militer untuk berhadapan dengan orang-orang (Frank) Eropa.
Septimania

Anbasah berhasil membawa pasukannya menyeberangi Pegunungan Pyerenees, menguasai tujuh kota di Septimania dan menaklukkan wilayah Aix-en-Provence hingga sampai di Kota Lyon. Setelah itu ia mengakspansi daerah-daerah berikutnya hingga pasukannya menerobos 70 Km bagian selatan Kota Paris. Keberhasilan ini adalah jarak terjauh yang dicapai oeh kaum muslimin. Belum pernah ada dari kalangan umat Islam yang melakukan apa yang Anbasah lakukan. Saat hendak kembali, ia diserang oleh pasukan besar bangsa Frank, hingga ia pun gugur dalam pertempuran tersebut. Peristiwa itu terjadi pada tahun 107.

Setelah Anbasah wafat, Adzrah bin Abdullah al-Fahri menggantikannya. Ia membawa kaum muslimin kembali menuju Narbonne dan memerintah di sana hingga bulan Rabiul Awal tahun 110 H (Ma’alim Tarikh al-Maghrib wa al-Andalus oleh Husein Mu’nis, Hal: 254).

Pencapaian Anbasah ini begitu berpengaruh di hati bangsa Frank. Seluruh dataran Eropa mulai merasakan kewibawaan umat Islam. Mereka pun serius mempersiapkan diri, menggalang kekuatan menghadapi umat Islam. Kekuatan militer mereka perkokoh. Kerja sama antara mereka pun ditingkatkan untuk menghadapi umat Islam.

Abdurrahman al-Ghafiqi

Setelah berlalu tujuh pemimpin yang memerintah Andalus (725-730 H atau 107-112 M), mulailah terjadi terjadi ketidakstabilan dan perselisihan antara umat Islam di sana. Lalu pada bulan Shafar 112 H, diangkatlah Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi sebagai gubernur Andalus. Ini adalah untuk kedua kalinya ia memimpin Andalusia. Ia adalah pimpinan Andalusia yang terkenal paling berpengaruh, adil, shaleh, dan cakap.

Pada awal kepemimpinannya yang kedua ini, selama hamper satu tahun ia sibuk memperbaiki permasalahan dalam negeri. Setelah itu, barulah ia mengumandangkan jihad melawan orang-orang Frank

Pada awal tahun 114 H/732 M, Abdurrahman al-Ghafiqi memimpin pasukannya menyusuri jalur selatan, melewati Pegunungan Albert dari jalur Pamplona menuju Aquitaine yang merupakan wilayah terluas Ghalia atau Prancis di waktu itu. Lalu al-Ghafiqi dan pasukannya berhasil masuk ke Kota Bordeaux. Kemudian melewati Sungai Loire dan mengusai dua kota di sana, Poiters dan Tours. Mereka pun melanjutkan ekspansi hingga ke Paris. Sampai akhirnya, al-Gahfiqi dikejutkan dengan pasukan Frank dalam jumlah besar yang dipimpin oleh Charles Martin. Terjadilah perang besar yang dikenal dengan Perang Balath Syuhada.

Perang Balath Syuhada2

Balath adalah sebuah daerah 20 Km di selatan Poiters, melewati jalan-jalan Tours Utara, dan dekat dengan wilayah Rumania. Pada akhir bulan Sya’ban 114 H bertepatan dengan Oktober 732 M, terjadilah sebuah pertempuran besar di wilayah tersebut. Sebuah peperangan yang terjadi antara kaum muslimin dan orang-orang Frank. Orang-orang Barat mengenal perang ini dengan The Batle of Tours atau yang kemudian dikenal dengan Moussais-la-Bataille.

Di antara indikator yang menunjukkan besarnya perang ini adalah perang terjadi selama 8 hari. Padahal ini adalah perang terbuka, bukan gerilya. Dan ini adalah perang kolosal, bukan perang modern yang bisa berlangsung dengan jarak jauh. Balath Syuhada adalah perang dimana pedang-pedang saling bertemu, panah dan tombak berterbangan menghujam sasarannya. Saat itu, kesabaran umat Islam benar-benar diuji. Demikian juga Niat jihad dan mental mereka. Orang-orang Frank dan Nasrani dari Jerman, Hungaria, dan Rumania bersatu menghadapi Abdurrahman al-Ghafiqi dan pasukannya.

Peperangan ini berakhir dengan kekalahan kaum muslimin dan Abdurrahman al-Gahfiqi gugur dalam peperangan ini, dihujam oleh anak panah. Karena anyaknya umat Islam yang gugur dalam perang ini, maka ia dinamakan Balath Syuhada. Pada malam hari, saat perang berhenti, kaum muslimin kembali ke daerah mereka di Septimania.

Perang ini adalah perang terbesar antara umat Islam dan Nasrani Eropa, bahkan ada yang mengatakan antara dunia Timur dan Barat. Kekhalahan yang diderita umat Islam di Balath menjadi penyebab perkembangan Islam di Eropa terhambat. Salah seorang orientalis, Henry de Syambon, menyatakan kekalahan umat Islam di Balath membuat orang-orang Eropa terlambat mengenal peradaban. beda halnya dengan Andalusia. Dan juga kekalahan di Balath Syuhada juga menjadi faktor terbesar yang meruntuhkan Andalusia di kemudian hari. Oleh karena itu, ekspansi yang dilakukan umat Islam di zaman dahulu bukanlah sebuah ambisi memperluas daerah atau menambah perbendaharaan harta. Namun hal itu dikarenakan tindakan provokatif yang dilakukan oleh orang-orang non muslim, ekspansi Islam juga ditujukan untuk mempertahankan wilayah Islam dari ancaman dan serangan orang-orang non muslim.

Menurut Ali bin Thahir as-Sulami (1036-1106 M), seorang ulama Syafi’iyah yang hidup tatkala terjadinya Perang Salib, “Setiap tahun bagi seorang pemimpin muslim harus mengadakan ekspedisi ke luar dari kawasan negerinya, bukan untuk keserakahan atau mencari harta rampasan perang dari musuh, tetapi bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan wilayah-wilayah Islam dari ancaman dan agresi militer non muslim. Cara demikian selain memiliki dampak psikologis untuk membuat para musuh Islam tidak punya nyali memusuhi umat Islam, juga menciptakan kestabilan militer umat Islam.” (al-Kamil fi at-Tarikh oleh Ibnul Atsir, 8:397).

Saad bin Abi Waqqash Pemilik Doa Mustajab


Saad bin Abi Waqqash adalah salah seorang sahabat yang paling pertama memeluk Islam. Hanya beberapa orang sahabat saja yang mendahuluinya. Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu ajma’in merekala orangnya. Laki-laki Quraisy ini mengucapkan dua kalimat syahadat ketika berusia 27 tahun. Di masa kemudian, ia menjadi tokoh utama di kalangan sahabat. Dan termasuk 10 orang yang diberi kabar gembira sebagai penghuni surga.

Nasab Saad bin Abi Waqqash

Merupakan bagian penting dalam rekam jejak seseorang adalah nasab keluarga. Keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter seseorang. Ayah Saad adalah anak dari seorang pembesar bani Zuhrah. Namanya Malik bin Wuhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.

Adnan adalah keturunan dari Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihimassalam.

Malik, ayah Saad, adalah anak paman Aminah binti Wahab, ibu Rasulullah ﷺ. Malik juga merupakan paman dari Hamzah bin Abdul Muthalib dan Shafiyyah binti Abdul Muthalib. Sehingga nasab Saad termasuk nasab yang terhormat dan mulia. Dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi ﷺ.

Ibunya adalah Hamnah binti Sufyan bin Umayyah al-Akbar bin Abdu asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.

Ketika Rasulullah ﷺ sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya, beliau memuji dan mencandai Saad dengan mengatakan,

هَذَا خَالِي فَلْيُرِنِي امْرُؤٌ خَالَهُ

“Ini pamanku, maka hendaklah seseorang memperlihatkan pamannya kepadaku.” (HR. al-Hakim 6113 dan at-Tirmidzi 3752. At-Tirmidzi mengatakan hadist ini hasan).

Masa Pertumbuhan 

Saad dilahirkan di Mekah, 23 tahun sebelum hijrah. Ia tumbuh dan terdidik di lingkungan Quraisy. Bergaul bersama para pemuda Quraisy dan pemimpin-pemimpin Arab. Sejak kecil, Saad gemar memanah dan membuat busur panah sendiri. Kedatangan jamaah haji ke Mekah menambah khazanah pengetahuannya tentang dunia luar. Dari mereka ia mengenal bahwa dunia itu tidak sama dan seragam. Sebagaimana samanya warna pasir gurun dan gunung-gunung batu. Banyak kepentingan dan tujuan yang mengisi kehidupan manusia.

Memeluk Islam

Mengenal Islam sejak lahir adalah sebuah karunia yang besar. Karena hidayah yang mahal harganya itu, Allah beri tanpa kita minta. Berbeda bagi mereka yang mengenal Islam di tengah jalannya usia. Keadaan ini tentu lebih sulit. Banyak batu sandungan dan pemikiran yang membingungkan.

Saad bin Waqqash memeluk Islam saat berusia 17 tahun. Ia menyaksikan masa jahiliyah. Abu Bakar ash-Shiddiq berperan besar mengenalkannya kepada agama tauhid ini. Ia menyatakan keislamannya bersama orang yang didakwahi Abu Bakar: Utsman bin Affan, Zubair bin al-Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Thalhah bin Ubaidillah. Hanya tiga orang yang mendahului keislaman mereka.

Dipaksa Meninggalkan Islam

Ketika Saad bin Abi Waqqash memeluk Islam, menerima risalah kerasulan Muhammad ﷺ, dan meninggalkan agama nenek moyangnya, ibunya sangat menentangnya. Sang ibu ingin agar putranya kembali satu keyakinan bersamanya. Menyembah berhala dan melestarikan ajaran leluhur.

Ibunya mulai mogok makan dan minum untuk menarik simpati putranya yang sangat menyayanginya. Ia baru akan makan dan minum kalau Saad meninggalkan agama baru tersebut.

Setelah beberapa lama, kondisi ibu Saad terlihat mengkhawatirkan. Keluarganya pun memanggil Saad dan memperlihatkan keadaan ibunya yang sekarat. Pertemuan ini seolah-olah hari perpisahan jelang kematian. Keluarganya berharap Saad iba kepada ibunda.

Saad menyaksikan kondisi ibunya yang begitu menderita. Namun keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya berada di atas segalanya. Ia berkata, “Ibu… demi Allah, seandainya ibu mempunyai 100 nyawa. Lalu satu per satu nyawa itu binasa. Aku tidak akan meninggalkan agama ini sedikit pun. Makanlah wahai ibu.. jika ibu menginginkannya. Jika tidak, itu juga pilihan ibu”.

Ibunya pun menghentikan mogok makan dan minum. Ia sadar, kecintaan anaknya terhadap agamanya tidak akan berubah dengan aksi mogok yang ia lakukan. Berkaitan dengan persitiwa ini, Allah pun menurunkan sebuah ayat yang membenarkan sikap Saad bin Abi Waqqash.

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS: Luqman | Ayat: 15).

Doanya Tidak Tertolak

Saad bin Abi Waqqash adalah seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang memiliki doa yang manjur dan mustajab. Rasulullah ﷺ meminta kepada Allah ﷻ agar doa Saad menjadi doa yang mustajab tidak tertolak. Beliau ﷺ bersabda,

اللَّهُمَّ سَدِّدْ رَمَيْتَهُ، وَأَجِبْ دَعْوَتَهُ

“Ya Allah, tepatkan lemparan panahnya dan kabulkanlah doanya.” (HR. al-Hakim, 3/ 500).

Doa Rasulullah ﷺ ini menjadikan Saad seorang prajurit pemanah yang hebat dan ahli ibadah yang terkabul doanya.

Seorang Mujahid

Saad bin Abi Waqqash adalah orang pertama dalam Islam yang melemparkan anak panah di jalan Allah. Ia juga satu-satunya orang yang Rasulullah pernah menyebutkan kata “tebusan” untuknya. Seperti dalam sabda beliau ﷺ dalam Perang Uhud:

اِرْمِ سَعْدُ … فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ

“Panahlah, wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).

Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhumengatakan, “Aku tidak pernah mendengar Rasulullah ﷺ menebus seseorang dengan ayah dan ibunya kecuali Saad. Sungguh dalam Perang Uhud aku mendengar Rasulullah mengatakan,

اِرْمِ سَعْدُ … فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ

“Panahlah, wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).

Dan Saad sangat merasa terhormat dengan motivasi Rasulullah ﷺ ini.

Di antara keistimewaan lain, yang ada pada diri Saad bin Abi Waqqash termasuk seorang penunggang kuda yang paling berani di kalangan bangsa Arab dan di antara kaum muslimin. Ia memiliki dua senjata yang luar biasa; panah dan doa.

Peperangan besar yang pernah ia pimpin adalah Perang Qadisiyah. Sebuah perang legendaris antara bangsa Arab Islam melawan Majusi Persia. 3000 pasukan kaum muslimin beradapan dengan 100.000 lebih pasukan negara adidaya Persia bersenjata lengkap. Prajurit Persia dipimpin oleh palingma mereka yang bernama Rustum. Melaui Saad lah, Allah memberi kemanangan kepada kaum muslimin atas negara adidaya Persia.

Umar Mengakui Amanahnya Dalam Memimpin

Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu pernah mengamanahi Saad jabatan gubernur Irak. Sebuah wilayah besar dan penuh gejolak. Suatu ketika rakyat Irak mengadukannya kepada Umar. Mereka menuduh Saad bukanlah orang yang bagus dalam shalatnya. Permasalahan shalat bukanlah permsalahan yang ringan bagi orang-orang yang mengetahui kedudukannya. Sehingga Umar pun merespon laporan tersebut dengan memanggil Saad ke Madinah.

Mendengar laporan tersebut, Saad tertawa. Kemudian ia menanggapi tuduhan tersebut dengan mengatakan, “Demi Allah, sungguh aku shalat bersama mereka seperti shalatnya Rasulullah. Kupanjangkan dua rakaat awal dan mempersingkat dua rakaat terakhir”.

Mendengar klarifikasi dari Saad, Umar memintanya kembali ke Irak. Akan tetapi Saad menanggapinya dengan mengatakan, “Apakah engkau memerintahkanku kembali kepada kaum yang menuduhku tidak beres dalam shalat?” Saad lebih senang tinggal di Madinah dan Umar mengizinkannya.

Ketika Umar ditikam, sebelum wafat ia memerintahkan enam orang sahabat yang diridhai oleh Nabi ﷺ -salah satunya Saad- untuk bermusyawarah memilih khalifah penggantinya. Umar berkata, “Jika yang terpilih adalah Saad, maka dialah orangnya. Jika selainnya, hendaklah meminta tolong (dalam pemerintahannya) kepada Saad”.

Sikap Saad Saat Terjadi Perselisihan Antara Ali dan Muawiyah

Saad bin Abi Waqqash menjumpai perselisihan besar yang terjadi pada kaum muslimin. Antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan, radhiallahu ‘anhum ajma’in. Sikap Saad pada saat itu adalah tidak memihak kelompok manapun. Ia juga memerintahkan keluarga adan anak-anaknya untuk tidak mengabarkan berita apapun kepadanya.

Keponakannya, Hisyam bin Utbah bin Abi Waqqash, berkata kepadanya, “Wahai paman, ini adalah 100.000 pedang (pasukan) yang menganggap Andalah yang berhak menjadi khalifah”. Saad menjawab, “Aku ingin dari 100.000 pedang tersebut satu pedang saja. Jika aku memukul seorang mukmin dengan pedang itu, maka ia tidak membahayakan. Jika dipakai untuk memukul orang kafir (berjihad), maka ia mematikan”. Mendengar jawaban pamannya, Hisyam paham bahwa pamannya, Saad bin Abi Waqqash sama sekali tidak ingin ambil bagian dalam permasalahan ini. Ia pun pergi.

Wafat

Saad bin Abi Waqqash termasuk sahabat yang berumur panjang. Ia juga dianugerahi Allah ﷻ harta yang banyak. Namun ketika akhir hayatnya, ia mengenakan pakaian dari wol. Jenis kain yang dikenal murah kala itu. Ia berkata, “Kafani aku dengan kain ini, karena pakaian inilah yang aku pakai saat memerangi orang-orang musyrik di Perang Badar”. 

Saad wafat pada tahun 55 H. Ia adalah kaum muhajirin yang paling akhir wafatnya. Semoga Allah meridhainya.




Isnin, 16 November 2015

Ketika Negara Islam Menyelamatkan 150.000 Orang Yahudi


Konflik memanas di Iberia. Kristen Spanyol kian menguat dengan bersatunya Kerajaan Castilla dan Aragon melalui pernikahan Ratu Castillah Isabela dengan Raja Aragon Ferdinand. Pada bulan Juli 1492, Spnyol yang baru, membuat kebijakan membantai dan mengusir orang-orang Muslim dan Yahudi di wilayah mereka. Kejadian ini merupakan bagian dari kebijakan kejam dan brutal yang dikenal dengan inquisisi.

Sultan Bayazid II
      Sultan Bayazid II

Umat Islam minoritas mencoba melakukan perlawanan. Namun upaya mereka selalu menemui kegagalan. Mereka mengirim surat kepada raja-raja Islam untuk menyelamatkan hidup mereka. Raja Dinasti Hotak, Shah Asyraf Hotak, segera mengutus delegasi kepada Paus dan raja-raja Nasrani, mengingatkan bahwa orang-orang Nasrani di wilayahnya dijamin keamanannya. Apbila umat Islam di Spanyol tetap disiksa secara kejam, ia mengancam akan melakukan hal yang sama terhadap kaum Nasrani di wilyahnya. Sayangnya, upaya Raja Asyraf tidak mampu menekan Kristen Spanyol.

Muslim Spanyol juga mengirim surat kepada Khalifah Utsmani, Sultan Bayazid II. Merespon hal tersebut, Sultan Bayazid II mengirimkan angkatan lautnya dibawah pimpinan Laksamana Kemail Reis. Ia tidak mampu mengirimkan pasukan perang karena sedang menghadapi banyak pemberontakan dan perlawanan. Pemberontakan dari saudaranya Pangeran Jem. Dan serangan Nasrani di Venezia, Hungaria, dan Perancis. Belum lagi ancaman Kerajaan Syiah Shafawiyah. Di tengah kesulitan tersebut ia mengirimkan angkatan laut Utsmani untuk misi penyelamatan. Kapal laut pun dikerahkan berangkat menuju Spanyol.

Misi Kemanusiaan Menyelamatkan Orang Tertindas

Sultan Bayazid II dan pasukannya tidak hanya menyelamatkan saudara seiman saja. Pasukan Islam juga menyelamatkan orang-orang Yahudi yang terusir. Saat itu, lebih dari 150.000 orang-orang Yahudi dibawa menuju wilayah Turki Utsmani yang aman untuk mereka. Sultan pun telah mengirim surat perintah ke seluruh wilayahnya bahwa para pengungsi harus disambut dengan terbuka.

Dalam surat perintah tersebut, Sultan Bayazid II menyatakan bahwa Allah memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada keturunan Nabi Ibrahim dan Yakub. Menjamin makanan yang layak untuk mereka. Mereka bisa datang dan menetap di Istanbul. Hidup damai, bebas melakukan perdagangan, dan memiliki rumah dan tanah sendiri.

Gambran penyambutan pengungsi Yahudi oleh Sultan Utsmani
Gambran penyambutan pengungsi Yahudi oleh Sultan Utsmani, setibanya mereka dari Spanyol

Sultan Bayazid mengirimkan pesan kepada seluruh gubernurnya di wilayah Eropa, untuk menyambut mereka dengan tangan terbuka. Ia mengancam akan memberikan sangsi bagi gubernur yang menolak pengungsi Yahudi.

Daftar Pustaka:
– ash-Shalabi, Ali bin Muhammad. 2014. ad-Daulah al-Utsmaniyah Awamil an-Nuhudh wa Asbabi as-Suquth, Terj. Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
– http://ilmfeed.com/when-the-islamic-state-saved-150000-jews/

Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com