halaman

Selasa, 2 Ogos 2016

Apakah Yahudi Berhak Atas negar palestina?

Apakah Yahudi Berhak Atas negara palestina?

Masuknya Yahudi ke wilayah Timur Tengah selain dilatarbelakangi faktor teknis yakni kekalahan Turki Utsmani di Perang Dunia I atas Inggris dan sekutunya, juga didorong oleh faktor ideologi yakni keinginan Yahudi mendirikan negara Yahudi (home land) yang menerapkan hukum-hukum Taurat (versi Yahudi). Dari situ muncullah klaim orang-orang Yahudi yang dipelopori oleh Theodor Herzl, bapak Yahudi modern, bahwa kitab suci mereka mengatakan tanah Palestina diwariskan untuk bangsa Yahudi.

Apakah benar Yahudi memiliki hak atas tanah Palestina? Mudah-mudahan tulisan singkat ini bisa sedikit menjadi wawasan bagi kita bersama.

Latar Belakang Klaim Yahudi Atas Palestina

Alasan utama Yahudi memilih tanah Paletina adalah karena tanah Kan’an tersebut telah dijanjikan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalamdan anak keturunannya untuk membangun negara di wilayah tersebut, dan mereka mengklaim bahwasanya mereka adalah keturunan dari kekasih Allah itu. Janji itu termaktub dalam Kitab Kejadian 15: 3-5, “Sungguh akan kami berikan tanah ini, dari sungai Mesir hingga sungai besar, yakni Sungai Eufrat.”

Oleh karena itu, baik Yahudi yang fundamentalis maupun yang liberalis berbondong-bondong datang ke Palestina untuk menjemput janji di kitab suci mereka, bahkan kedatangan mereka telah berlangsung sebelum tahun 1948 yang menjadi hari jadi Negara Israel.

Namun klaim mereka ini dianggap sangat lemah, jika benar Palestina adalah tanah yang dijanjikan, mengapa isu ini tidak muncul sejak dahulu kala? Bahkan isu ini belum ada ketika gerakan politik zionis pertama kali muncul di zaman Theodor Herzl. Sebelum Palestina, awalnya Theodor Herzl menetapkan beberapa wilayah Afrika, Amerika Utara, dan El-Arish di Sinai, Mesir sebagai tanah nasional mereka (Katz, 1996: 129) sebagai. Saat itu nama Palestina memang sudah sering disebut, namun belum muncul pemikiran tanah yang dijanjikan kecuali setelah beberapa lama waktu berselang. Herzl juga pernah mengusahakan tempat bagi orang-orang Yahudi di Mozambiq dan Kongo. Pembesar-pembesar zionis lainnya seperti Max Nordau, pada tahun 1897 mengusulkan Argentina untuk Negara Yahudi, tahun 1901 ia mengusulkan Siprus, dan di Uganda tahun 1903.

Penduduk Asli Palestina

Jika orang-orang Yahudi mengklaim, secara nasab, mereka adalah pewaris tanah Palestina, maka klaim ini sangat rapuh sekali dan mudah untuk dibantah. Mengapa? Karena nenek moyang bangsa Arab dari kalangan orang-orang Kan’an telah menginjakkan kaki di tanah tersebut sejak awal tahun 3000 SM (Khan, 1981: 26) atau bahkan sejak 4000 SM. Sehingga daerah tersebut dinamai dengan tanah Kan’an. Setelah beberapa waktu berlalu, wilayah tersebut pun memiliki tiga bahasa yang digunakan untuk komunikasi keseharian mereka: bahasa Arab, Aramia (bahasa yang digunakan Nabi Isa ‘alaihissalam), dan bahasa Kan’aniyah.

Khaz’al al-Majidi menyatakan orang-orang Kan’an berasal dari wilayah pesisir Teluk Arab. Hal ini didasari dengan adanya kesamaan nama-nama tempat di pesisir Teluk Arab di era klasik dengan nama-nama kota tempat bermukimnya orang-orang Kan’an di wilayah Syam. Selain itu, orang-orang Kan’an di Syam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Semit mirip dengan bahasa orang-orang Ka’an Ameria yang berasal dari Jazirah Arab. Orang-orang Kan’an ini dikenal dengan istilah Arab Baidah, bangsa Arab yang telah punah.

Adapun Nabi Ibrahim ‘alaihissalam hijrah dari Aur di Irak menuju Palestina pada pertengahan atau akhir tahun 3000 SM, dan ada pula yang mengatakan 1500 tahun setelah kedatangan orang-orang Kan’an. Di tempat itulah istri beliau mengandung dan melahirkan Nabi Ishaq ayah dari Nabi Ya’qub, yang kemudian Nabi Ya’qub dinamai pula dengan Israil (Abdullah).

Dengan demikian, orang-orang Arab telah lebih dahulu tinggal di wilayah Palestina dibandingkan dengan nenek moyang bangsa Israel.

Benarkah Yahudi Berhak Atas Palestina?

Dari sisi manapun sangat sulit mengatakan bahwa orang-orang Yahudi memiliki hak atas tanah Palestina. Klaim ini hanya timbul karena Yahudi memiliki lobi yang lebih kuat di dunia internasional. Lebih dari itu, sangat sulit mengatakan bahwa mereka berhak atas Palestina. Ditinjau dari sisi manapun: sisi historis, nasab, dan agama.

Pertama, dari sisi historis.

Orang-orang Yahudi selalu beralasan mereka mewarisi tanah nenek moyang mereka di Palestina. Padahal, nenek moyang bangsa Arab-lah yang pertama kali menginjakkan kaki di Palestina, sebagaimana telah dijelaskan di atas. Orang-orang Kan’an berkuasa dan memimpin wilayah Palestina selama beberapa lama dan wilayah tersebut mereka namai dengan tanah Kan’an.

Adapun Nabi Ibrahim (jika benar nasab mereka bersambung dengan Nabi Ibrahim) ‘alaihissalam, tidak memiliki kekuasaan di tanah Palestina. Beliau tinggal di wilayah tersebut tidak lebih dari 100 tahun. Jumlah keturunan beliau dalam rentang masa tinggalnya beliau hingga masa Nabi Ya’qub tidak banyak, tidak lebih dari 70 orang. Dan selama masa itu pula, 230 tahun, keturunan beliau tidak memiliki kekuasaan di Palestina. Setelah itu mereka pindah ke Mesir, karena Nabi Yusuf menjadi penguasa di daerah tersebut.

Kedua, dari sisi nasab.

Orang-orang Yahudi saat ini mengklaim bahwa mereka adalah keturunan Nabi Ibrahim dari jalur Nabi Ishaq, padahal orang-orang Arab musta’robah juga merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim, bahkan anak pertama Nabi Ibrahim yakni Nabi Ismail.

Selain itu, orang-orang Yahudi tidak dikenal memiliki tradisi yang kuat dalam penjagaan nasab. Adapun umat Islam dan orang-orang Arab memiliki tradisi kuat dalam hal ini. Islam menjadikan penjagaan nasab (keturunan) sebagai salah satu di antara lima hal yang wajib dijaga dalam Islam. Karena itu, Islam melarang keras perzinahan. Dan orang-orang Arab dikenal memiliki tradisi yang kuat dalam menjaga nasab mereka. Upaya yang kuat dalam menjaga nasab mereka genealogikan dengan syajaratun nasab (pohon nasab).

Kurang kuatnya tradisi Yahudi dalam menjaga nasab diperparah dengan adanya pemahaman matrilineal (mengambil nasab dari jalur ibu) yang berkembang di antara mereka. Pada abad kedua, rabi-rabi Yahudi mengubah tradisi patrilineal menjadi matrilineal. Mereka menyatakan inilah yang diajarkan Talmud. Keyakinan ini terus berkembang di kalangan Yahudi ortodoks. Adapun orang-orang Yahudi Amerika tidak begitu mempersoalkan masalah ini, menurut mereka jika salah satu dari orang tua, ayah atau ibu seorang Yahudi dan sang anak tumbuh sebagai seorang Yahudi, maka ia Yahudi. Dengan demikian semakin ranculah nasab orang-orang Yahudi.

Ketiga, dari sisi agama.

Agama yang dibawa oleh para nabi dan rasul adalah agama tauhid, mengesakan Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Itulah agama Islam. Tidak ada seorang pun nabi ataupun rasul yang membawa ajaran selain dari ajaran tauhid ini. Oleh karena itu, Allah Ta’ala membantah penisbatan Nabi Ibrahim kepada agama Yahudi. Allah Ta’alaberfirman,

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali Imran: 67).

Kemudian, agama para nabi dan rasul, agama Islam, tidak memandang nasab hanya berdasarkan garis keturunan, tetapi juga menyertakan keimanan. Sebagaimana kisah Nabi Nuh

وَنَادَىٰ نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ . قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ۖ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۖ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ

Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya”. Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”. (QS. Hud: 45-46).

Allah Ta’ala lebih mengedepankan hubungan keimanan dibandingkan hubungan nasab. Oleh karena itu, Allah selamatkan pengikut Nabi Nuh dan menggolongkan mereka sebagai keluarganya dan menenggelamkan anaknya yang ingkar kepada Allah, walaupun secara hubungan darah, sang anak lebih dekat kekerabatannya disbanding para pengikut Nabi Nuh ‘alaihissalam.

Penutup

Dengan demikian, klaim Yahudi atas tanah Palestina sangat lemah sekali. Mereka tidak memiliki argumentasi yang kuat baik dari tinjauan historis, nasab, dan agama. Mereka tidak lebih dari kalangan penjajah yang merebut paksa Palestina dari pemukim aslinya.



Tiada ulasan:

Catat Ulasan