halaman

Sabtu, 21 September 2013

Sepenggal kisah langsung dari bumi Syam...


"Adik mau gula gula?"
Anak itu hanya menggeleng.
"Lalu adik mau apa?"
Ditatapnya anak itu dengan kasih sayang. Sejurus kemudian anak itu menatap wajah sang laki-laki yang baru saja dilihatnya.
"Boleh tak saya ikut ke negeri uncle" Suaranya sendu penuh iba
"Kenapa?"
"Saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi di sini"

Tersedu2. Hampir saja air mata laki-laki itu menetes.
Demikianlah sekilas dialog oleh ust. Fauzan relawan dari Syam Organizer saat berkunjung di Khurbatul Jauz, di sebuah kamp pengungsian. Tidak sedikit anak-anak yang terpaksa harus menjalani hari-harinya tanpa belaian kasih sayang orang tua. Tidak sedikit dari mereka yang harus berpisah dengan orang yang seharusnya mendampingi kehidupannya.


Rumah yang seharusnya dapat digunakan oleh mereka untuk bermanja dengan orang tua, kini telah hancur oleh serangan birmil si laknatullah, Basyar Assad. Orang tua yang seharusnya menjadi curahan rasa kini tiada diketahui rimbanya. Kini mereka harus berada di kamp-kamp pengungsian yang dindingnya tidak mampu mengusir kesejukan yang mereka rasakan. Bahkan banyak di antara mereka yang tidak mendapatkan khemah, harus tidur di bawah pokok2 bahkan keteduhannya tidak boleh melindungi mereka dari kesejukan malam dan panasnya siang.

Dan pada bulan Oktober nanti musim sejuk  akan datang menyapa mereka. Suhu di bawah nol derajat akan menggigit daging dan tulang mereka. Tidak ada selimut tebal yang dapat digunakan untuk mengusir kesejukan malam. Tidak ada perapian yang mampu menggantikan kasih sayang dan kehangatan pelukan orang tua mereka.

Ini bukan cerita imaji. Bukan pula untuk menimbulkan rasa iba di hati. Semua adalah kisah nyata, dari bumi mulia, Syiria, salah satu bagian dari bumi Syam. Kisah nyata yang menguji keimanan kita. Kenyataan yang menuntut kita ikut merasa. Merasa bahwa mereka adalah saudara kita. Saudara yang punya hak untuk dibantu. Sekali lagi bukan mereka yang meminta. Tapi tuntutan imanlah yang memintanya. Karena selama ini dan sampai saat ini kita mengakui telah beriman kepada Allah dan Nabi-Nya, telah beriman kepada Al Qur'an dan Malaikat, Hari Akhir dan Takdir-Nya. Saat ini keimanan itu dituntut realisasinya. Bukan suadara kita di Syiria yang meminta, tapi keimanan kita, ya , keimanan kita.




Tiada ulasan:

Catat Ulasan